Kemalasan dapat menarik hati, tetapi bekerja memberikan
kepuasan.
(Anne Frank)
Negara
sakura menjadi slaah satu Negara yang menjadi inspirasi penulis, hal yang
menjadi alas an salah satunya adalah terkait adat dan kinerja orang Jepang yang
luar biasa. Dan yang menjadikan Jepang menjadi Negara yang luar biasa adalah
hanya satu kata yaitu disiplin. Itulah yang terkadang belum dimiliki oleh
penulis secara khusus dan masyarakat Indonesia pada umumnya.
Berbicara
tentang kedisiplinan dan komitmen untuk lakukan yang terbaik, budaya kerja
bangsa Jepang bisa dijadikan sebagai contoh. Bangsa Jepang dikenal sebagai
bangsa yang disiplin dan tingkat produktivitasnya tinggi. Berkat budaya kerjanya
itu maka mereka bisa menjadi bangsa yang tingkat ekonominya sejajar dengan
negara-negara maju di Eropa dan Amerika.
Orang jepang terkenal dengan etos kerjanya yang luar biasa. Etos kerja ini
memiliki peranan penting atas kebangkitan ekonomi jepang, terutama setelah
kekalahan Jepang diperang dunia kedua. Dulu orang Jepang bukanlah orang yang
memiliki etos kerja yang tinggi. Mereka tidak disiplin dan lebih senang
bersantai dan menghabiskan waktunya untuk bersenang-senang.
Namun kekalahan Jepang pada perang dunia kedua mengubah keadaan yang serba
santai dimasa lalu. Ekonomi Jepang kacau balau, pengangguran dimana-mana. Saat
itu mereka tidak punya pilihan lain selain bekerja dengan sangat keras agar
bisa survive. Kondisi yang serba tidak enak itu secara tidak langsung menempa
kedisiplinan mereka dan memiliki peran yang sangat signifikan dalam pembentukan
etos kerja mereka yang begitu mengagumkan. Etos kerja tersebut menular ke
generasi selanjutnya dalam konsep moral yang ditanamkan dengan ketat melalui jalur
pendidikan.
Berbagai
disiplin bangsa Jepang ditempat kerja mereka akan diuraikan dalam berbagai
contoh sbb:
1. Prinsip
Bushido
Prinsip tentang semangat kerja keras yang diwariskan secara
turun- menurun. Semangat ini melahirkan proses belajar yang tak kenal lelah.
Awalnya semangat ini dipelajari Jepang dari barat. Tapi kini baratlah yang
terpukau dan harus belajar dari Jepang.
2. Prinsip
Disiplin Samurai
Prinsip yang mengajarkan tidak mudah menyerah. Para samurai akan
melakukan harakiri (bunuh diri) dengan menusukkan pedang ke perut jika kalah
bertarung. Hal ini memperlihatkan usaha mereka untuk menebus harga diri yang
hilang akibat kalah perang. Kini semangat samurai masih tertanam kuat
dalam sanubari bangsa Jepang, namun digunakan untuk membangun ekonomi, menjaga
harga diri, dan kehormatan bangsa secara teguh. Semangat ini telah menciptakan
bangsa Jepang menjadi bangsa yang tak mudah menyerah karena sumber daya alamnya
yang minim juga tak menyerah pada berbagai bencana alam, terutama gempa dan
tsunami.
3. Konsep
Budaya Keishan
Perubahan secara berkesinambungan dalam budaya kerja. Caranya
harus selalu kreatif, inovatif, dan produktif. Konsep Keisan menuntut
kerajinan, kesungguhan, minat dan keyakinan, hingga akhirnya timbul kemauan
untuk selalu belajar dari orang lain.
4. Perusahaan
untung besar, saya juga akan untung
Mendorong bangsa Jepang memiliki komitmen tinggi pada pekerjaan.
Setiap pekerjaan perlu dilaksanakan dan diselesaikan sesuai jadwal agar tidak
menimbulkan pemborosan. Jika tak mengikuti jadwal, maka penyelesaian pekerjaan
akan lambat dan menimbulkan kerugian. Oleh karena itu, perusahaan di Jepang
menerapkan peraturan “tepat waktu”. Inilah inti prinsip Kai Zen: optimal biaya
dan waktu dalam menghasilkan produk yang berkualitas tinggi.
5. Perusahaan
untung besar, saya juga akan untung
Disiplin dan semangat kerja inilah yang membentuk sikap dan
mental kerja yang positif. Disiplin juga menjadikan para pekerja patuh dan
loyal pada perusahaan atau tempat mereka bekerja. Mereka mau melakukan apa saja
demi keberhasilan perusahaan tempat mereka bekerja, bahkan hebatnya mereka
sanggup bekerja lembur tanpa mengharapkan bayaran tambahan. Karena mereka
beranggapan jika hasil produksi meningkat dan perusahaan mendapat keuntungan
besar, secara otomatis mereka akan mendapatkan kompensasi setimpal. Dalam
pikiran dan jiwa mereka sudah tertanam keinginan melakukan pekerjaan sebaik
mungkin. Gagal melakukan tugas sama halnya mempermalukan diri sendiri, bahkan
harga diri mereka merasa hilang.
6. Malu,
kalau pulang lebih cepat
Mereka yang pulang lebih cepat dianggap sebagai pekerja yang
tidak penting dan tidak produktif. Ukuran nilai dan status orang
Jepang didasarkan pada disiplin kerja dan jumlah waktu yang dihabiskan di
tempat kerja. Kecintaan orang Jepang pada pekerjaannya, membuat mereka fokus
pada pekerjaannya. Tanpa ada pengawas pun mereka bekerja dengan baik, penuh
dedikasi, dan disiplin.
7. Kerja
ya kerja, istirahat betul-betul istirahat
Ketika jam 8 pagi masuk kerja, tak ada lagi obrolan dan canda,
mereka langsung bekerja di komputer masing-masing atau sibuk langsung di depan
workstation masing-masing. Baru ketika tiba saatnya hiru gohan no jikan (makan
siang) mereka hentikan aktivitas masing-masing dan bercanda ria dengan
teman-teman sambil menuju shokudo (kantin).
8. Tidur
30 menit, di waktu jam istirahat
60 menit jam makan siang, rata-rata dibagi 30 menit untuk urusan
makan siang, 30 menit untuk tidur sejenak, guna memulihkan energi lagi. Mereka
akan sisihkan waktu untuk tidur sambil merebahkan kepala di meja kerja
masing-masing. Re-charge energi.
9. Disiplin Soal-soal Kecil
·
Sampah yang jatuh di area kerja, harus dipungut dengan
tangan kosong (sude), tidak boleh memakai alat.
·
Jika menemukan puntung rokok atau permen karet, Anda harus
segera pungut, tidak peduli siapa yang membuangnya, Anda tidak boleh pura-pura
seolah tidak melihatnya.
Yogyakarta, 30 April 2013