Selasa, 30 April 2013

Angry Bird Oh Angry Bird, Ini Dia Sejarahnya


Game Angry Birds ternyata bukan sekedar game ciptaan begitu saja, ini game ada sejarahnya lho.. mari kita simak paparan berkut ini :
  1. angry birds dibuat dengan konsep awal “menggunakan satu jari tapi hasilnya random”
  2. angry birds sebelumnya menggunakan model bola dan yang menghancurkan balok saja
  3. bola diganti menjadi bentuk burung, karena waktu itu sedang melanda wabah flu burung di eropa, ga lama balok pun juga diganti menjadi babi saat terjadi wabah flu babi di eropa
  4. angry birds adalah game yang ke 52 dibuat oleh Rovio
  5. angry birds dibuat bukan sebagi sebuah app game, bukan juga sbg sebuah produk, tapi angry birds adalah sebuah BRAND ~ inilah mindset yang harus dibentuk oleh developer lokal saat ini
  6. kantor rovio yang memiliki 120 karyawan berada di seberang headquarter Nokia di Espoo, Finland
  7. angry birds di buat di symbian^3, sukses (populer) melalui iOS, begitu masuk ke platformm android di bajak, lalu kemudian digratiskan untuk platform android
  8. 25% pendapatan rovio dari game berbayarnya, selebihnya dari merchandising
  9. Angry birds magic pertama kali akan diluncurkan secara preloaded di C7 (with anna) dan N9 ~ NFC supported
  10. Angry Birds Magic merupakan inovasi baru dari rovio untuk mendapatkan keuntungan (unlock level harus tapping ke merchandise angy birds yg dijual)

Etos Kerja Bangsa Jepang, Perlukah Ditiru Oleh Bangsa Indonesia?


Salah satu hal positif yang bisa di pelajari dari budaya orang jepang adalah etos kerjanya yang selalu bersemangat dan pantang menyerah. Hampir semua orang jepang yang pernah bekerja sama dengan penulis memiliki etos kerja tersebut.
Sikap tersebut paling sering muncul dan mudah dilihat ketika orang jepang sedang menghadapi masalah, terutama dalam hal pekerjaan sehari-hari, orang jepang cenderung memilih untuk mengambil keputusan berdasarkan data. Semakin banyak data yang dimiliki semakin cepat mereka mengambil keputusan.
Cara mereka mendapatkan data dan kegigihan mereka menganalisa data tersebutlah yang dianggap oleh penulis menjadi salah satu contoh positif dari orang jepang. Mereka tidak segan-segan untuk mengambil data sendiri, langsung ke lapangan, walaupun sebenarnya mereka memiliki wewenang untuk memerintah anak buahnya.
Istilah mereka adalah ‘Genba’, atau langsung bergerak ke lapangan. Dengan cara itu, mereka mengerti masalah secara aktual, memahami data yang diambil dan lebih mengerti pada saat melakukan analisa terhadap data tersebut. Tentu saja untuk kasus-kasus tertentu ‘Genba’ tersebut dilakukan bersama-sama dan sering kali frekwensinya bertambah seiring dengan besarnya masalah yang dihadapi.
Berdasarkan data yang mereka ambil secara langsung dilapangan, orang jepang kemudian melakukan analisa terhadap data yang diambil. Data tersebut diolah kemudian di diskusikan bersama-sama. Perilaku positif kedua yang penulis rasakan dari orang jepang adalah mereka suka berbagi, dan berdiskusi bersama rekan kerjanya, maupun dengan anak buahnya. Proses pengambilan sebuah keputusan berdasarkan hasil diskusi dari semua pihak yang terkait. Dengan demikian semua mengerti dan memahami atas keputusan yang diambil.
Sikap positif ketiga yang penulis rasakan adalah perilaku pantang menyerah yang dimiliki oleh orang jepang. Ketika sebuah tanggung jawab diberikan, sebisa mungkin mereka akan melakukannya sesuai dengan target waktu yang telah ditetapkan. Bahkan jika dengan itu mereka harus lembur sampai malam, dikantor ketika semua orang telah pulang. Di Kantor jika masih ada orang diatas jam 8 malam, pastilah ada orang jepang disana.
Orang jepang memang terkenal akan tanggung jawabnya terhadap pekerjaan yang sedang dihadapi. Dimanapun mereka bekerja, dalam posisi apapun, mereka terlihat sangat menikmati pekerjaan yang dilakukan, pulang larut malam, bekerja dengan tekun, fokus dan jarang terlihat lelah dan menggerutu.
Dalam hal ini mereka perlu untuk ditiru oleh kita bangsa indonesia, etos kerja yang baik, sikap pantang menyerah dan rasa tanggung jawab terhadap apa yang sedang dilakukan mengantarkan mereka menjadi bangsa yang maju, bangsa yang menguasai ekonomi dunia walaupun negara mereka tidak memiliki sumber daya alam yang melimpah.
Bayangkan jika bangsa indonesia memiliki semangat dan etos kerja yang setara dengan orang jepang. Ditambah dengan sumberdaya alam yang melimpah, Keinginan Indonesia menjadi negara maju, menguasai ekonomi dunia seperti orang jepang bukanlah mimpi belaka. Jika mereka bisa, kita bangsa Indonesia juga pasti bisa.

(Diadaptasi dari forum Kompas)

9 Hal yang Menjadi Budaya Kerja Jepang dalam Membangun Negaranya


Kemalasan dapat menarik hati, tetapi bekerja memberikan kepuasan.
 (Anne Frank)
Negara sakura menjadi slaah satu Negara yang menjadi inspirasi penulis, hal yang menjadi alas an salah satunya adalah terkait adat dan kinerja orang Jepang yang luar biasa. Dan yang menjadikan Jepang menjadi Negara yang luar biasa adalah hanya satu kata yaitu disiplin. Itulah yang terkadang belum dimiliki oleh penulis secara khusus dan masyarakat Indonesia pada umumnya.
Berbicara tentang kedisiplinan dan komitmen untuk lakukan yang terbaik, budaya kerja bangsa Jepang bisa dijadikan sebagai contoh. Bangsa Jepang dikenal sebagai bangsa yang disiplin dan tingkat produktivitasnya tinggi. Berkat budaya kerjanya itu maka mereka bisa menjadi bangsa yang tingkat ekonominya sejajar dengan negara-negara maju di Eropa dan Amerika. 
Orang jepang terkenal dengan etos kerjanya yang luar biasa. Etos kerja ini memiliki peranan penting atas kebangkitan ekonomi jepang, terutama setelah kekalahan Jepang diperang dunia kedua. Dulu orang Jepang bukanlah orang yang memiliki etos kerja yang tinggi. Mereka tidak disiplin dan lebih senang bersantai dan menghabiskan waktunya untuk bersenang-senang.
Namun kekalahan Jepang pada perang dunia kedua mengubah keadaan yang serba santai dimasa lalu. Ekonomi Jepang kacau balau, pengangguran dimana-mana. Saat itu mereka tidak punya pilihan lain selain bekerja dengan sangat keras agar bisa survive. Kondisi yang serba tidak enak itu secara tidak langsung menempa kedisiplinan mereka dan memiliki peran yang sangat signifikan dalam pembentukan etos kerja mereka yang begitu mengagumkan. Etos kerja tersebut menular ke generasi selanjutnya dalam konsep moral yang ditanamkan dengan ketat melalui jalur pendidikan.
Berbagai disiplin bangsa Jepang ditempat kerja mereka akan diuraikan dalam berbagai contoh sbb:
1.    Prinsip Bushido
Prinsip tentang semangat kerja keras yang diwariskan secara turun- menurun. Semangat ini melahirkan proses belajar yang tak kenal lelah. Awalnya semangat ini dipelajari Jepang dari barat. Tapi kini baratlah yang terpukau dan harus belajar dari Jepang.
2.    Prinsip Disiplin Samurai
Prinsip yang mengajarkan tidak mudah menyerah. Para samurai akan melakukan harakiri (bunuh diri) dengan menusukkan pedang ke perut jika kalah bertarung. Hal ini memperlihatkan usaha mereka untuk menebus harga diri yang hilang akibat kalah perang. Kini semangat samurai masih tertanam kuat dalam sanubari bangsa Jepang, namun digunakan untuk membangun ekonomi, menjaga harga diri, dan kehormatan bangsa secara teguh. Semangat ini telah menciptakan bangsa Jepang menjadi bangsa yang tak mudah menyerah karena sumber daya alamnya yang minim juga tak menyerah pada berbagai bencana alam, terutama gempa dan tsunami.
3.    Konsep Budaya Keishan
Perubahan secara berkesinambungan dalam budaya kerja. Caranya harus selalu kreatif, inovatif, dan produktif. Konsep Keisan menuntut kerajinan, kesungguhan, minat dan keyakinan, hingga akhirnya timbul kemauan untuk selalu belajar dari orang lain.
4.    Perusahaan untung besar, saya juga akan untung 
Mendorong bangsa Jepang memiliki komitmen tinggi pada pekerjaan. Setiap pekerjaan perlu dilaksanakan dan diselesaikan sesuai jadwal agar tidak menimbulkan pemborosan. Jika tak mengikuti jadwal, maka penyelesaian pekerjaan akan lambat dan menimbulkan kerugian. Oleh karena itu, perusahaan di Jepang menerapkan peraturan “tepat waktu”. Inilah inti prinsip Kai Zen: optimal biaya dan waktu dalam menghasilkan produk yang berkualitas tinggi.
5.    Perusahaan untung besar, saya juga akan untung
Disiplin dan semangat kerja inilah yang membentuk sikap dan mental kerja yang positif. Disiplin juga menjadikan para pekerja patuh dan loyal pada perusahaan atau tempat mereka bekerja. Mereka mau melakukan apa saja demi keberhasilan perusahaan tempat mereka bekerja, bahkan hebatnya mereka sanggup bekerja lembur tanpa mengharapkan bayaran tambahan. Karena mereka beranggapan jika hasil produksi meningkat dan perusahaan mendapat keuntungan besar, secara otomatis mereka akan mendapatkan kompensasi setimpal. Dalam pikiran dan jiwa mereka sudah tertanam keinginan melakukan pekerjaan sebaik mungkin. Gagal melakukan tugas sama halnya mempermalukan diri sendiri, bahkan harga diri mereka merasa hilang.
6.    Malu, kalau pulang lebih cepat 
Mereka yang pulang lebih cepat dianggap sebagai pekerja yang tidak penting dan tidak produktif.  Ukuran nilai dan status orang Jepang didasarkan pada disiplin kerja dan jumlah waktu yang dihabiskan di tempat kerja. Kecintaan orang Jepang pada pekerjaannya, membuat mereka fokus pada pekerjaannya. Tanpa ada pengawas pun mereka bekerja dengan baik, penuh dedikasi, dan disiplin.
7.    Kerja ya kerja, istirahat betul-betul istirahat
Ketika jam 8 pagi masuk kerja, tak ada lagi obrolan dan canda, mereka langsung bekerja di komputer masing-masing atau sibuk langsung di depan workstation masing-masing. Baru ketika tiba saatnya hiru gohan no jikan (makan siang) mereka hentikan aktivitas masing-masing dan bercanda ria dengan teman-teman sambil menuju shokudo (kantin).
8.    Tidur 30 menit, di waktu jam istirahat
60 menit jam makan siang, rata-rata dibagi 30 menit untuk urusan makan siang, 30 menit untuk tidur sejenak, guna memulihkan energi lagi. Mereka akan sisihkan waktu untuk tidur sambil merebahkan kepala di meja kerja masing-masing. Re-charge energi.
9.   Disiplin Soal-soal Kecil
·      Sampah yang jatuh di area kerja, harus dipungut dengan tangan kosong (sude), tidak  boleh memakai alat. 
·      Jika menemukan puntung rokok atau permen karet, Anda harus segera pungut, tidak peduli siapa yang membuangnya, Anda tidak boleh pura-pura seolah tidak melihatnya.
Yogyakarta, 30 April 2013